MUSYARAKAH
Musyarakah (syirkah atau syarikah atau serikat
atau kongsi) adalah bentuk umum dari usaha bagi hasil di mana dua orang
atau lebih menyumbangkan pembiayaan dan manajemen usaha, dengan proporsi
bisa sama atau tidak. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan antara para
mitra, dan kerugian akan dibagikan menurut proporsi modal. Transaksi
Musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk
meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara bersama-sama dengan
memadukan seluruh sumber daya.
Ketentuannya, antara lain :
- Pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad).
- Pihak-pihak yang berkontrak harus sadar hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut :
- Setiap mitra harus menyediakan dana dan pekerjaan.
- Setiap mitra memiliki hak umtuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
- Setiap mitra memberi wewenang kepada mitra yang lain untuk mengelola aset dan masing-masing dianggap telah diberi wewenang untuk melakukan aktivitas musyarakah dengan memperhatikan kepentingan mitranya, tanpa melakukan kelalaian yang disengaja.
- seorang mitra tidak diizinkan untuk mencairkan dana atau menginvestasikan dana untuk kepentingannya sendiri.
- Objek akad adalah modal, kerja, keuntungan dan kerugian.
Daftar isi
Pengertian secara bahasa
Musyarakah secara bahasa diambil dari bahasa Arab yang berarti
mencampur. Dalam hal ini mencampur satu modal dengan modal yang lain
sehingga tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kata syirkah dalam
bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il madhi), yashruku (fi’il
mudhari’) syarikan/syirkatan/syarikatan (masdar/kata dasar); ertinya
menjadi sekutu atau syarikat (kamus al Munawar) Menurut erti asli bahasa
Arab, syirkah bererti mencampurkan dua bagian atau lebih sehingga tidak
boleh dibedakan lagi satu bagian dengan bagian lainnya, (An-Nabhani)
Pengertian secara fiqih
Adapun menurut makna syara’, syirkah adalah suatu akad antara 2 pihak
atau lebih yang sepakat untuk melakukan kerja dengan tujuan memperoleh
keuntungan. (An-Nabhani)
Bentuk Musyarakah
Hukum Syirkah
Syirkah hukumnya mubah. Ini berdasarkan dalil hadith Nabi s.a.w
berupa taqrir terhadap syirkah. Pada saat Baginda diutus oleh Allah
sebagai nabi, orang-orang pada masa itu telah bermuamalat dengan cara
ber-syirkah dan Nabi Muhammad s.a.W membenarkannya. Sabda Baginda
sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra: Allah ‘Azza wa jalla
telah berfirman; Aku adalah pihak ketiga dari 2 pihak yang bersyirkah
selama salah satunya tidak mengkhianati yang lainnya. Kalau salah
satunya khianat, aku keluar dari keduanya. (Hr Abu dawud, alBaihaqi dan
adDaruquthni) Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Aba Manhal pernah
mengatakan , “aku dan rekan pembagianku telah membeli sesuatu dengan
cara tunai dan utang.” Lalu kami didatangi oleh Al Barra’bin azib. Kami
lalu bertanya kepadanya. Dia menjawab, “ Aku dan rekan kongsiku, Zaiq
bin Arqam, telah mengadakan pembagian. Kemudian kami bertanya kepada
Nabi s.a.w tentang tindakan kami. Baginda menjawab: “barang yang
(diperoleh) dengan cara tunai silkan kalian ambil. Sedangkan yang
(diperoleh) secara utang, silalah kalian bayar” Hukum melakukan syirkah
dengan kafir Zimmi Hukum melakukan syirkah dengan kafir zimmi juga
adalah mubah. Imam Muslim pernah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar
yang mengatakan: “Rasulullah saw pernah memperkerjakan penduduk
khaibar(penduduk Yahudi) dengan mendapat bagian dari hasil tuaian buah
dan tanaman”
Rukun Syirkah
Rukun syirkah yang asas ada 3 perkara iaitu: a) akad (ijab-kabul)
juga disebut sighah b) dua pihak yang berakad (‘aqidani), mesti memiliki
kecekapan melakukan pengelolaan harta c) objek aqad(mahal) juga disebut
ma’qud alaihi, samada modal atau pekerjaan
Manakala syarat sah perkara yang boleh disyirkahkan adalah adalah objek tersebut boleh dikelola bersama atau boleh diwakilkan.
Pandangan Mazhab Fiqih tentang Syirkah Mazhab Hanafi berpandangan ada
empat jenis syirkah yang syari’e iaitu syirkah inan, abdan, mudharabah
dan wujuh. ( Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh al Islami wa Adillatuhu) Mazhab
Maliki hanya 3 jenis syirkah yang sah yaitu syirkah inan, abdan dan
mudharabah. Menurut mazhab syafi’e, zahiriah dan Imamiah hanya 2 syirkah
yang sah yaitu inan dan mudharabah. Mazhab hanafi dan zaidiah
berpandangan ada 5 jenis syirkah yang sah yaitu syirkah inan, abdan,
mudharabah, wujuh dan mufawadhah.
Ada pun pembagian boleh samada berbagi hak milik (syirkatul amlak)
atau/dan pembagian aqad Syeikh Taqiuddin AnNabhani dalam kitabnya Sistem
Ekonomi Alternatif Perspektif Islam berijtihad terdapat 5 jenis syirkah
yang syari’i sama seperti pandangan mazhab Hanafi dan Zaidiah.
1) Syirkah Inan
Syirkah inan adalah syirkah yang mana 2 pihak atau lebih, setiap
pihak menyumbangkan modal dan menjalankan kerja. Contoh bagi syirkah
inan: Khalid dan Faizal berbagi menjalankan perniagaan burger
bersama-sama dan masing-masing mengeluarkan modal RP.50.000 setiap
seorang. Perkongsian ini diperbolehkan berdasarkan As-Sunnah dan
ijma’sahabah. Disyaratkan bahawa modal yang dibagi adalah berupa uang.
Modal dalam bentuk harta benda seperti kereta mestilah diakadkan pada
awal transaksi. Kerja sama ini dibangun oleh konsep perwakilan(wakalah)
dan kepercayaan(amanah). Sebab masing-masing pihak, dengan
memberi/berkongsi modal kepada rekan kongsinya bererti telah memberikan
kepercayaan dan mewakilkan kepada rekan kongsinya untuk mengelola
perniagaan. Keuntungan adalah berdasarkan kesepakatan semua pihak yang
bekerja sama manakala kerugian berdasarkan peratusan modal yang
dikeluarkan. Abdurrazzak dalam kitab Al-Jami’ meriwayatkan dari Ali r.a
yang mengatakan: “kerugian bergantung kepada modal, sedangkan keuntungan
bergantung kepada apa yang mereka sepakati”
2) Syirkah Abdan
Perkongsian abdan adalah perkongsian 2 orang atau lebih yang hanya
melibat tenaga(badan) mereka tanpa melibatkan perkongsian modal. Sebagai
contoh: Jalal adalah tukang buat rumah dan Rafi adalah juruelektrik
yang berkongsi menyiapkan proyek sebuah rumah. Perkongsian mereka tidak
melibatkan perkongsian kos. Keuntungan adalah berdasarkan persetujuan
mereka. Syirkah abdan hukumnya mubah berdasarkan dalil As-sunnah. Ibnu
mas’ud pernah berkata” aku berkongsi dengan Ammar bin Yasir dan Saad bin
Abi Waqqash mengenai harta rampasan perang badar. Sa’ad membawa dua
orang tawanan sementara aku dan Ammar tidak membawa apa pun” (HR Abu
Dawud dan Atsram). Hadith ini diketahui Rasulullah s.a.w dan dia
membenarkannya.
3) Syirkah Mudharabah
Syirkah Mudharabah adalah syirkah dua pihak atau lebih dengan
ketentuan, satu pihak menjalankan kerja (amal) sedangkan pihak lain
mengeluarkan modal (mal). (An-Nabhani, 1990: 152). Istilah mudharabah
dipakai oleh ulama Iraq, sedangkan ulama Hijaz menyebutnya qiradh.
(Al-Jaziri, 1996: 42; Az-Zuhaili, 1984: 836). Sebagai contoh: Khairi
sebagai pemodal memberikan modalnya sebanyak RM 100 ribu kepada Abu Abas
yang bertindak sebagai pengelola modal dalam pasaraya ikan.
Ada 2 bentuk lain sebagai variasi syirkah mudharabah. Pertama, 2
pihak (misalnya A dan B) sama-sama memberikan mengeluarkan modal
sementara pihak ketiga (katakanlah C) memberikan menjalankan kerja
sahaja. Kedua, pihak pertama (misalnya A) memberikan konstribusi modal
dan kerja sekaligus, sedangkan pihak kedua (misalnya B) hanya memberikan
konstribusi modal tanpa konstribusi kerja. Kedua-dua bentuk syirkah ini
masih tergolong dalam syirkah mudharabah (An-Nabhani, 1990:152). Dalam
syirkah mudharabah, hak melakukan tasharruf hanyalah menjadi hak
pengelola. Pemodal tidak berhak turut campur dalam tasharruf. Namun,
pengelola terikat dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pemodal.
Jika ada keuntungan, ia dibagi sesuai kesepakatan di antara pemodal dan
pengelola, sedangkan kerugian ditanggung hanya oleh pemodal. Sebab,
dalam mudharabah berlaku wakalah (perwakilan), sementara seorang wakil
tidak menanggung kerosakan harta atau kerugian dana yang diwakilkan
kepadanya (An-Nabhani, 1990: 152). Namun, pengelola turut menanggung
kerugian jika kerugian itu terjadi kerana melanggar syarat-syarat yang
ditetapkan oleh pemodal.
4) Syirkah Wujuh
Disebut syirkah wujuh kerana didasarkan pada kedudukan, ketokohan
atau keahlian (wujuh) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh
adalah syirkah antara 2 pihak (misalnya A dan B) yang sama-sama
melakukan kerja (amal), dengan pihak ketiga (misalnya C) yang
mengeluarkan modal (mal). Dalam hal ini, pihak A dan B adalah tokoh
masyarakat. Syirkah semacam ini hakikatnya termasuk dalam syirkah
mudharabah sehingga berlaku ketentuan-ketentuan syirkah mudharabah
padanya. (An-Nabhani, 1990:154) Bentuk kedua syirkah wujuh adalah
syirkah antara 2 pihak atau lebih yang bersyirkah dalam barangan yang
mereka beli secara kredit, atas dasar kepercayaan pedagang kepada
keduanya tanpa sumbangan modal dari masing-masing pihak. Misalnya A dan B
tokoh yang dipercayai pedagang. Lalu A dan B bersyirkah wujuh dengan
cara membeli barang dari seorang pedagang C secara kredit. A dan B
bersepakat masing-masing memiliki 50% dari barang yang dibeli. Lalu
keduanya menjual barang tersebut dan keuntungannya dibagi dua, sedangkan
harga pokoknya dikembalikan kepada C (pedagang). Dalam syirkah kedua
ini, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan nisbah
barang dagangan yang dimiliki. Sedangkan kerugian ditanggung oleh
masing-masing pengusaha wujuh usaha berdasarkan kesepakatan. Syirkah
wujuh kedua ini hakikatnya termasuk dalam syirkah ‘abdan (An-Nabhani,
1990:154). Namun, An-Nabhani mengingatkan bahawa ketokohan (wujuh) yang
dimaksud dalam syirkah wujuh adalah kepercayaan kewangan (tsiqah
maliyah), bukan semata-mata ketokohan di masyarakat. Maka dari itu,
tidak sah syirkah yang dilakukan seorang tokoh (katakanlah seorang
menteri atau pedagang besar), yang dikenal tidak jujur atau suka
memungkiri janji dalam urusan kewangan. Sebaliknya sah syirkah wujuh
yang dilakukan oleh seorang biasa-biasa saja, tetapi oleh para pedagang
dia dianggap memiliki kepercayaan kewangan (tsiqah maliyah) yang tinggi
misalnya dikenal jujur dan tepat janji dalam urusan kewangan.
5) Syirkah Mufawadhah
Syirkah mufawadhah adalah syirkah antara 2 pihak atau lebih yang
menggabungkan semua jenis syirkah di atas (syirkah inan, ‘abdan,
mudharabah dan wujuh). Syirkah mufawadhah dalam pengertian ini, menurut
An-Nabhani adalah boleh. Sebab, setiap jenis syirkah yang sah berdiri
sendiri maka sah pula ketika digabungkan dengan jenis syirkah lainnya.
Keuntungan yang diperoleh dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan
kerugian ditanggung sesuai dengan jenis syirkahnya; iaitu ditanggung
oleh pemodal sesuai dengan nisbah modal (jika berupa syirkah inan) atau
ditanggung pemodal sahaja (jika berupa syirkah mudharabah) atau
ditanggung pengusaha usaha berdasarkan peratusan barang dagangan yang
dimiliki (jika berupa syirkah wujuh). Contoh: A adalah pemodal,
menyumbang modal kepada B dan C, dua jurutera awam yang sebelumnya
sepakat bahawa masing-masing melakukan kerja. Kemudian B dan C juga
sepakat untuk menyumbang modal untuk membeli barang secara kredit atas
dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C. Dalam hal ini, pada awalnya
yang ada adalah syirkah ‘abdan iaitu B dan C sepakat masing-masing
bersyirkah dengan memberikan konstribusi kerja sahaja. Lalu, ketika A
memberikan modal kepada B dan C, bererti di antara mereka bertiga wujud
syirkah mudharabah. Di sini A sebagai pemodal, sedangkan B dan C sebagai
pengelola. Ketika B dan C sepakat bahawa masing-masing memberikan
suntikan modal di samping melakukan kerja, bererti terwujud syirkah inan
di antara B dan C. Ketika B dan C membeli barang secara kredit atas
dasar kepercayaan pedagang kepada keduanya bererti terwujud syirkah
wujuh antara B dan C. Dengan demikian, bentuk syirkah seperti ini telah
menggabungkan semua jenis syirkah yang ada yang disebut syirkah
mufawadhah.
6) Syirkah Al Milk
Syirkah Al Milk mengandung arti kepemilikan bersama (co-ownership)
yang keberadaannya muncul apabila dua orang atau lebih memperoleh
kepemilikan bersama (joint ownership) atau suatu kekayaan (aset).
Misalnya, dua orang atau lebih menerima warisan/hibah/wasiat sebidang
tanah atau harta kekayaan atau perusahaan baik yang dapat dibagi atau
tidak dapat dibagi-bagi. Contoh lain, berupa kepemilikan suatu jenis
barang (misalnya, rumah) yang dibeli bersama. Dalam hal ini, para mitra
harus berbagi atas harta kekayaan tersebut berikut pendapatan yang dapat
dihasilkannya sesuai dengan porsi masing-masing sampai mereka
memutuskan untuk membagi atau menjualnya. Untuk tetap menjaga
kelangsungan kerja sama, pengambilan keputusan yang menyangkut harta
bersama harus mendapat persetujuan semua mitra. Dengan kata lain,
seorang mitra tidak dapat bertindak dalam penggunaan harta bersama
kecuali atas izin mitra yang bersangkutan. Syirkah al milk kadang
bersifat ikhtiyariyyah (ikhtiari/sukarela/voluntary) atau jabariyyah
(jabari/tidak sukarela/involuntary). Apabila harta bersama
(warisan/hibah/wasiat) dapat dibagi, namun para mitra memutuskan untuk
tetap memilikinya bersama, maka syirkah al milk tersebut bersifat
ikhtiyari (sukarela/voluntary). Contoh lain dari syirkah jenis ini
adalah kepemilikan suatu jenis barang (misalnya rumah) yang dibeli
secara bersama. Namun, apabila barang tersebut tidak dapat dibagi-bagi
dan mereka terpaksa harus memilikinya bersama, maka syirkah al milk
bersifat jabari (tidak sukarela/involuntary atau terpaksa). Misalnya,
syirkah di antara ahli waris terhadap harta warisan tertentu, sebelum
dilakukan pembagian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar