HUBUNGAN ANTARA PUSAT DAN DAERAH DALAM KERANGKA OTONOMI
BAB I
PENDAHULUAN
Undang-Undang
Dasar 1945 pasal 18 merupakan dasar utama dalam terbentuknya suatu
pemerintahan di daerah, disamping itu penerapan pasal 18 UUD 1945 ini
pun merupakan cerminan demokrasi yang terlaksana dalam proses
desentralisasi. Melihat pada bentuk Negara Indonesia yaitu Negara
kesatuan dengan wilayahnya yang luas dan jumlah penduduknya yang banyak,
maka tidak memungkinkan pemerintah pusat dapat secara efektif
menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan tanpa melibatkan perangkat
daerah, oleh karena itu pemerintah pusat menyerahkan beberapa
kewenangannya kepada daerah otonom ataupun kepada alat
kelengkapan/organ/ kepada instansi vertikal di wilayah tertentu melalui
desentralisasi dan dekonsentrasi. Dengan menjalankan desentralisasi
dengan pola pemencaran kekuasaan secara vertikal ini maka tercipta suatu
hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hubungan
antara pusat dan daerah dalam penerapan desentralisasi selalu terkait
pada pembicaraan mengenai otonomi daerah. Sesuai dengan dasar pengertian
otonomi bahwa suatu daerah otonom diberikan kemandirian/kebebasan dalam
mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri, namun
kemandirian/kebebasan itu tidaklah mutlak karena bahwasannya daerah pun
masih membutuhkan campur tangan pemerintah pusat terutama dalam bidang
pengawasan, keuangan, dan kewenangan. Selain bidang pengawasan,
keuangan, dan kewenangan, dalam UU No. 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah disebutkan bidang lain dalam pola hubungan antara
pusat dan daerah yaitu dalam bidang pelayanan umum dan juga bidang
pemanfaatan sumber daya alam. Campur tangan pemerintah pusat terhadap
daerah otonom merupakan kaitan yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lain. Uraian lengkap mengenai hubungan pemerintah pusat dan daerah dalam
bidang tersebut akan dijelaskan pada Bab selanjutnya dengan sedikit
mengaitkan pada kerangka otonomi.
BAB II
PEMBAHASAN
Daerah Otonom dan Campur Tangan Pemerintah Pusat Tidak Dapat Dipisahkan
Daerah
otonom yang merupakan suatu daerah dengan kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas-batas wilayah, berwenang untuk mengatur dan
mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat.
Kewenangan ini tidak serta merta ada dan diberikan pada daerah otonom,
melainkan telah diatur sebelumnya oleh UU No.32 tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah. Dalam UU tersebut disebutkan urusan-urusan
pemerintah pusat dan daerah. Sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum,
tentunya mereka akan menaati dan menjalankan Undang-undang. Berbicara
mengenai otonomi maka berbicara pula mengenai sejauh mana kemandirian
daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya
sendiri. Tiap-tiap daerah memiliki tingkat kemandirian yang
berbeda-beda. Bagi daerah otonom yang baru terbentuk, akan banyak sekali
memerlukan campur tangan pemerintah pusat untuk mengembangkan atau
menghidupkan daerah itu. Kemandirian daerah otonom sepenuhnya tidak
seratus persen, dikarenakan ada beberapa urusan yang tidak dapat diurus
oleh daerah (baik daerah otonom yang lama terbentuk ataupun baru
terbentuk). Tidak dapat dipungkiri bahwa daerah pun masih memerlukan
bantuan/ campur tangan pemerintah pusat, biasanya terkendala pada
keuangan daerah yang pendapatan asli daerahnya (PAD) rendah, hanya
mengandalkan pajak saja dirasa tidak akan cukup mandiri bagi suatu
daerah. Campur tangan pemerintah pusat terhadap daerah otonom merupakan
hal yang tidak dapat dipisahkan karena UU No. 32 tahun 2004 secara
eksplisit mengikat kedua hal ini seperti dalam hal tugas pembantuan,
hubungan pengawasan, keuangan, kewenangan dsb. Jadi selain faktor nyata
bahwa daerah memerlukan bantuan pemerintah pusat, UU No. 32 tahun 2004
pun mengikat secara eksplisit kedua hal ini yang tidak dapat dipisahkan
satu sama lain.
Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Bidang Pengawasan
Pada
dasarnya kegiatan pengawasan ditujukan sebagai proses pemantauan
terhadap pelaksanaan kerja, pemantauan terhadap pelaksanaan kebijakan,
dan pemantauan terhadap hasil kerja bahkan dapat juga mendeteksi
sejauhmana telah terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan kerja tersebut.
Selain itu fungsi pengawasan pun lebih ditujukan untuk menghindari
adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan
dicapai. Dalam kaitannya dengan keuangan, pengawasan ditujukan untuk
menghindari terjadinya korupsi, penyelewengan, dan pemborosan anggaran.
Ditinjau dari hubungan pusat dan daerah dalam kerangka otonomi,
pengawasan merupakan “pengikat” kesatuan agar kebebasan otonomi tidak
bergerak jauh dengan kata lain untuk kontrol kebebasan berotonomi.
Bentuk pengawasan dapat berupa pengawasan represif dan preventif.
Pengawasan tersebut dalam kronologi perundang-undangan ada yang secara
tegas mengatur ada pula yang belum mengaturnya. Dalam UU terdahulu yaitu
UU No.1 tahun 1945 tidak (belum) mengatur pengawasan, baik represif
maupun preventif. UU No.22 Tahun 1948 menentukan wewenang pengawasan
represif ada pada presiden. UU No. 5 Tahun 1974 tidak mengatur dengan
tegas organ pemerintahan yang berwenang melakukan pengawasan represif.
Pengawasan
dalam bentuknya yang represif dan preventif tidak secara tegas
dijelaskan dalam UU No. 32 tahun 2004, hanya saja ditemukan/disebutkan
dalam pasal 218 bahwasanya pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan
daerah menurut ketentuan pasal 218 UU No. 32 tahun 2004, dilaksanakan
oleh Pemerintah yang meliputi:
a. Pengawasan atas pelaksanaan-urusan pemerintahan di daerah;
b. Pengawasan terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.
Untuk
pengawasan penyelenggaraan pemerintahan secara nasional dikoordinasikan
oleh Menteri Dalam Negeri. Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan
daerah untuk kabupaten/kota dikoordinasikan oleh Gubernur.
Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan desa dikoordinasikan oleh
Bupati/Walikota. Bupati dan walikota dalam pembinaan dan pengawasan dapat melimpahkan kepada camat.
Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Bidang Keuangan
Di
dalam kerangka otonomi, kemampuan suatu daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri tidak terlepas dari pandangan bahwa
daerah harus sanggup/mampu untuk membiayai daerahnya sendiri. Kemampuan
untuk membiayai/mendanai daerah sendiri merupakan tantangan yang harus
dihadapi suatu daerah dalam penyelenggaraan otonomi. Dalam hal ini
mendanai daerah sendiri untuk anggaran pembelanjaan daerah, menunjukkan
bahwa daerah harus mempunyai sumber-sumber pendapatan sendiri. Sumber
pendapatan daerah salah satunya dapat diperoleh dari pajak atau
retribusi, namun sebagaimana telah disinggung pada bab sebelumnya, bahwa
pajak atau retribusi saja dirasa tidak akan cukup mandiri bagi suatu
daerah. Sumber-sumber lain pun harus didapat dari suatu daerah melalui
pendapatan asli daerah (PAD) berupa perusahaan di daerah ataupun hasil
yang didapat dari pemanfaatan sumber daya alam yang dimiliki daerah.
Dalam hal suatu daerah dengan PAD rendah, tentunya akan sangat
membutuhkan bantuan pemerintah pusat. Hubungan ini memang tidak dapat
dipisahkan, namun dengan begitu tidak berarti daerah selalu
ketergantungan dengan pemerintah pusat. Sejauhmana bantuan akan
mempengaruhi kemandirian daerah, tergantung pada pola dan tujuan dari
bantuan itu sendiri. Dalam hubungan ini, bantuan keuangan dari pusat
kepada daerah dapat digolongkan dalam tiga ketegori utama yaitu:
1. Bantuan bebas,
maksudnya bantuan dari pusat hanya ditentukan jumlahnya, untuk
selebihnya daerah bebas dalam hal peruntukan dan tata cara
penggunaannya. Dalam kategori bantuan ini, sama sekali tidak
mempengaruhi kemandirian daerah, namun kelemahannya, tidak ada arahan
dalam penggunaan dana bantuan, sehingga terbuka lebar kemungkinan
penyalahgunaan dana.
2. Bantuan dengan pembatasan tertentu,
maksudnya bantuan ditentukan peruntukannya secara umum oleh Pusat,
untuk kemudian peruntukan secara khusus dan tata cara pemanfaatannya
diserahkan sepenuhnya pada daerah. Dalam kategori bantuan ini, kebebasan
suatu daerah sedikit dibatasi, namun dengan begitu segi positifnya pun
dapat diterima karena peruntukan secara umum telah ditentukan oleh pusat
sebagai arahan agar bantuan dimanfaatkan untuk tujuan tertentu secara
efektif dan efisien guna menjamin kegiatan daerah berjalan seirama
dengan kebijaksanaan umum pemerintah pusat.
3. Bantuan terikat,
maksudnya bantuan telah ditentukan secara rinci peruntukan dan tata
cara pemanfaatannya, sehingga dalam ketegori bantuan ini, tertutup
kemungkinan kebebasan bagi daerah.
Disamping
bantuan pemerintah pusat terhadap daerah, hubungan keuangan pusat dan
daerah pun pada hakikatnya mencakup pembagian sumber pembiayaan antara
pemerintah pusat dengan daerah. Berdasarkan asas desentralisasi semua
urusan pemerintahan daerah dibiayai dari APBD, subsidi, bagi hasil dari
pusat, berdasarkan asas dekonsentrasi dibiayai dari APBN dan berdasarkan
asas tugas pembantuan dibiayai oleh pihak yang menugaskannya (APBN).
Pasal 15 ayat (1) UU. No. 32 Tahun 2004, menyebutkan bahwa Hubungan dalam bidang keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah meliputi:
a. Pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah;
b. Pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintahan daerah; dan
c. Pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintahan daerah.
Penyelenggaraan
fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila
penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian
sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada
Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan
Daerah, dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian
kewenangan antara Pemerintah dan Daerah. Daerah diberikan hak untuk
mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa : kepastian
tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah
yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan
retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber
daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya; hak
untuk mengelola kekayaan Daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan
lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan.
Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Bidang Pemanfaatan Sumber Daya Alam
Berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa hubungan dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah pusat dan pemerintahan daerah meliputi:
a. Kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian;
b. Bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya; dan
c. Penyerasian lingkungan dari tata ruang serta rehabilitasi lahan.
Dari
yang telah disebutkan diatas, nampak jelas bahwa daerah yang memiliki
kekayaan sumber daya alam, dalam hal kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian melibatkan pula pemerintah pusat.
Dan juga daerah mendapatkan Bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya
alam dan sumber daya lainnya bersama dengan pemerintah pusat karena
kedua pemerintah ini ikut andil dalam bidang pemanfaatan sumber daya
alam. Pemanfaatan sumber daya alam dapat diambil contoh pada Provinsi
Bengkulu yang memiliki kekayaan SDA berupa Timah, hasil pemanfaatan
timah ini akan juga menjadi pendapatan bagi daerah (Provinsi Bengkulu).
Penulis mengkritisi kegagalan pemerintah pusat dalam hal pelestarian
hutan di Kalimantan yang sudah parah sekali, dan sama sekali pemerintah
pusat tidak berperan mengatasinya. Dalam hal ini menurut penulis tidak
ada pola hubungan pusat dan daerah bidang pemanfaatan SDA bilamana
pelestarian SDA saja tidak dilakukan pemerintah pusat.
Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Bidang Pelayanan Umum
Bidang
pelayanan umum menjadikan sorotan yang cukup penting dalam kajian
otonomi. Daerah otonom dengan wewenang untuk mengatur dan mengurus
urusan rumah tangganya, terkadang masih ditemukan bahwa pelayanan umum
dalam daerah tertentu tidak memenuhi standar minimal pelayanan. Hal ini
entah dikarenakan daerah yang tidak perduli ataukah tidak mampu
(keterbatasan kemampuan) dalam menyediakan pelayanan umum yang maksimal.
Bila diambil contoh yaitu dalam penyediaan pelayanan umum berupa rumah
sakit, dimana terdapat fasilitas rumah sakit yang berbeda-beda, ada
rumah sakit dengan fasilitas minim (dibawah standar), adapula yang
lengkap. Selain bidang kesehatan, pelayanan umum bidang transportasi
juga perlu diperhatikan seperti penyediaan halte, penyediaan akses jalan
alternative agar memudahkan seseorang menuju daerah itu. Seharusnya
pemerintah pusat memperhatikan hal-hal ini dan memfasilitasi serta turut
mendanai penyelenggaraan pelayanan umum di daerah-daerah yang
memerlukan penyediaan pelayanan umum agar lebih maksimal, efektif, dan
menjamin kenyamanan masyarakat yang menikmatinya. Hubungan pemerintah
pusat dan daerah di bidang pelayanan umum telah diatur dalam UU No. 32
tahun 2004 pasal 16 ayat (1) yaitu meliputi:
a. Kewenangan, tanggung jawab, dan penentuan standar pelayanan minimal;
b. Pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah
c. Fasilitasi pelaksanaan kerja sama antar pemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum.
BAB III
KESIMPULAN
Dari
uraian diatas dapat disimpulkan bahwa daerah otonom dengan hak
otonominya dalam mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri
tidaklah sepenuhnya mutlak dapat mandiri tanpa bantuan pemerintah pusat.
Tanpa adanya pengawasan pemerintah pusat, bantuan keuangan bagi daerah
dengan PAD rendah, daerah otonom itu sendiri tidak akan terarah dengan
baik. Kalaupun memang daerah itu cukup mandiri, maka pemerintah pusat
membantu sekedar untuk memfasilitasi ataupun pemerintah pusat tetap
dapat melakukan Kontrol melalui pengawasan terhadap pelaksanaan
kebijakan di daerah. Hubungan pemerintah pusat dan daerah telah
terbentuk dan terikat oleh UU No. 32 Tahun 2004. Pemerintah pusat pun
turut membantu dalam hal keuangan bagi daerah yang pendapatan asli
daerahnya rendah. Pemerintah pun turut mengawasi melalui pengawasan
terhadap pelaksanaan kebijakan didaerah, dsb. Pemerintah turut berperan
bersama pemerintah daerah dalam pemanfaatan SDA meliputi pula
pelestarian terhadap SDA itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar