Selasa, 22 November 2016

HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DALAM LINGKUP KEUANGAN, PELAYANAN UMUM DAN SUMBER DAYA ALAM (SDA)

HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DALAM LINGKUP KEUANGAN, PELAYANAN UMUM DAN SUMBER DAYA ALAM (SDA)



BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
            Berdasarkan amanat yang tertuang dalam pasal 18 ayat 2 UUD 1945, menerangkan bahwa Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang”. Hal inilah yang tentunya melandasi penulisan makalah ini selain tugas yang telah di berikan oleh Dosen pembimbing. Tentu hal yang telah di amanatkan ini masih sangat membutuhkan penafsiran dari para perancang sekaligus pembuat undang-undang.
            Hal ini terbukti dengan di keluarkannya peraturan-peraturan yang secara eksplisit mengatur mengenai 3 (tiga) komponen khusus yang tertuang dalam pasal ini. Mulai dari UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, PP No.96 tahun 2002 tentang Pelayanan Publik, dan UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang saat ini telah memiliki Rancangan Undang-Undang (RUU) baru untuk kembali di revisi.
            Hal yang selanjutnya sangat penting bagi seorang atau sekelompok civitas akademika yakni kembali mengkaji mengenai peraturan-peraturan yang telah dan akan di buat di atas. Ini tentunya sangat bermamfaat bagi kemajuan produk pembuatan peraturan sehingga cita-cita yang telah tertuang dalam UUD 1945 dapat terwujud.
            Namun jika hal-hal yang bersifat terlalu umum ini akan di kaji secara keseluruhan, penulispun menyadari akan keterbatasan kapasitas ilmu yang di miliki. Sehingga dalam penulisan kali ini, penulis mengfokuskan kajiannya dalam lingkup yang lebih sederhana lagi yakni hubungan integral antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah mengenai 3 (tiga) aspek penting di atas yang tertuang dalam Rumusan Masalah penulisan kali ini. Yang tentu nantinya akan lebih di bahas dalam bab selanjutnya.
B. Rumusan Masalah
1.         Bagaimana hubungan pemerintah pusat dan daerah di bidang keuangan ?
2.         Bagaimana hubungan pemerintah pusat dan daerah di bidang pelayanan umum ?
3.         Bagaimana hubungan pemerintah pusat dan daerah di bidang pemanfaatan sumber daya alam ?
C. Tujuan Penulisan
1.      Agar dapat memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai hubungan pemerintah pusat dan daerah di bidang keuangan.
2.      Agar dapat memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai hubungan pemerintah pusat dan daerah di bidang pelayanan umum.
3.      Agar dapat memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai hubungan pemerintah pusat dan daerah di bidang pemanfaatan sumber daya alam.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam Bidang Keuangan
Di dalam kerangka otonomi, kemampuan suatu daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri tidak terlepas dari pandangan bahwa daerah harus sanggup/mampu untuk membiayai daerahnya sendiri. Kemampuan untuk membiayai/mendanai daerah sendiri merupakan tantangan yang harus dihadapi suatu daerah dalam penyelenggaraan otonomi. Dalam hal ini mendanai daerah sendiri untuk anggaran pembelanjaan daerah, menunjukkan bahwa daerah harus mempunyai sumber-sumber pendapatan sendiri.
Sumber pendapatan daerah salah satunya dapat diperoleh dari pajak atau retribusi. Tetapi, pajak atau retribusi saja dirasa tidak akan cukup mandiri bagi suatu daerah. Sumber-sumber lain pun harus didapat dari suatu daerah melalui pendapatan asli daerah (PAD) berupa perusahaan di daerah ataupun hasil yang didapat dari pemanfaatan sumber daya alam yang dimiliki daerah. Dalam hal suatu daerah dengan PAD rendah, tentunya akan sangat membutuhkan bantuan pemerintah pusat. Hubungan ini memang tidak dapat dipisahkan, namun dengan begitu tidak berarti daerah selalu ketergantungan dengan pemerintah pusat. Sejauhmana bantuan akan mempengaruhi kemandirian daerah, tergantung pada pola dan tujuan dari bantuan itu sendiri.
Dalam hubungan ini, bantuan keuangan dari pusat kepada daerah dapat digolongkan dalam tiga ketegori utama yaitu:
1.      Bantuan bebas, maksudnya bantuan dari pusat hanya ditentukan jumlahnya, untuk selebihnya daerah bebas dalam hal peruntukan dan tata cara penggunaannya. Dalam kategori bantuan ini, sama sekali tidak mempengaruhi kemandirian daerah, namun kelemahannya, tidak ada arahan dalam penggunaan dana bantuan, sehingga terbuka lebar kemungkinan penyalahgunaan dana.
2.      Bantuan dengan pembatasan tertentu, maksudnya bantuan ditentukan peruntukannya secara umum oleh Pusat, untuk kemudian peruntukan secara khusus dan tata cara pemanfaatannya diserahkan sepenuhnya pada daerah. Dalam kategori bantuan ini, kebebasan suatu daerah sedikit dibatasi, namun dengan begitu segi positifnya pun dapat diterima karena peruntukan secara umum telah ditentukan oleh pusat sebagai arahan agar bantuan dimanfaatkan untuk tujuan tertentu secara efektif dan efisien guna menjamin kegiatan daerah berjalan seirama dengan kebijaksanaan umum pemerintah pusat.
3.      Bantuan terikat, maksudnya bantuan telah ditentukan secara rinci peruntukan dan tata cara pemanfaatannya, sehingga dalam ketegori bantuan ini, tertutup kemungkinan kebebasan bagi daerah.
Disamping bantuan pemerintah pusat terhadap daerah, hubungan keuangan pusat dan daerah pun pada hakikatnya mencakup pembagian sumber pembiayaan antara pemerintah pusat dengan daerah. Berdasarkan asas desentralisasi semua urusan pemerintahan daerah dibiayai dari APBD, subsidi, bagi hasil dari pusat, berdasarkan asas dekonsentrasi dibiayai dari APBN dan berdasarkan asas tugas pembantuan dibiayai oleh pihak yang menugaskannya (APBN).
Pasal 15 ayat (1) UU. No. 32 Tahun 2004, menyebutkan bahwa Hubungan dalam bidang keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah meliputi: 
a.       Pemberian sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah;
b.      Pengalokasian dana perimbangan kepada pemerintahan daerah;  dan 
c.       Pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintahan daerah.
Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan  Pemerintahan Daerah, dimana besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Daerah. Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa:
“Kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya; hak untuk mengelola kekayaan Daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan”. 
B. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam Bidang Pelayanan Umum
Hubungan pemerintah pusat dan daerah di bidang pelayanan umum telah diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 pasal 16  ayat (1) yaitu meliputi: 
a.       Kewenangan, tanggung jawab, dan penentuan standar pelayanan minimal;
b.      Pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah
c.       Fasilitasi pelaksanaan kerja sama antar pemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum.
Namun seperti yang kita ketahui bersama, bidang pelayanan umum menjadikan sorotan yang cukup penting dalam kajian otonomi. Daerah otonom dengan wewenang untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya, terkadang masih ditemukan bahwa pelayanan umum dalam daerah tertentu tidak memenuhi standar minimal pelayanan. Hal ini entah dikarenakan daerah yang tidak perduli ataukah tidak mampu (keterbatasan kemampuan) dalam menyediakan pelayanan umum yang maksimal. Bila diambil contoh yaitu dalam penyediaan pelayanan umum berupa rumah sakit, dimana terdapat fasilitas rumah sakit yang berbeda-beda, ada rumah sakit dengan fasilitas minim (dibawah standar), adapula yang lengkap.
Selain bidang kesehatan, pelayanan umum bidang transportasi juga perlu diperhatikan seperti penyediaan halte, penyediaan akses jalan alternative agar memudahkan seseorang menuju daerah itu. Seharusnya pemerintah pusat memperhatikan hal-hal ini dan memfasilitasi serta turut mendanai penyelenggaraan pelayanan umum di daerah-daerah yang memerlukan penyediaan pelayanan umum agar lebih maksimal, efektif, dan menjamin kenyamanan masyarakat yang menikmatinya.
Selain itu pula, ada beberapa hal yang tentu menarik untuk coba kita bahas yakni mengenai permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pelayanan publik, serta apa upaya-upaya untuk mengatasinya. Hal-hal tersebut di antaranya :
1.      Permasalahan Pelayanan Publik
Permasalahan utama pelayanan publik pada dasarnya adalah berkaitan dengan peningkatan kualitas pelayanan itu sendiri. Pelayanan yang berkualitas sangat tergantung pada berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya (tata laksana), dukungan sumber daya manusia, dan kelembagaan.
Dilihat dari sisi pola penyelenggaraannya, pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan antara lain:
a.       Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.
b.      Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.
c.       Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut.
d.      Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.
e.       Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan dilain pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.
f.       Kurang mau mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/saran/ aspirasi dari masyarakat. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu
g.      Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya dalam pelayanan perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.
Dilihat dari sisi sumber daya manusianya, kelemahan utamanya adalah berkaitan dengan profesionalisme, kompetensi, empathy dan etika. Berbagai pandangan juga setuju bahwa salah satu dari unsur yang perlu dipertimbangkan adalah masalah sistem kompensasi yang tepat.
Dilihat dari sisi kelembagaan, kelemahan utama terletak pada disain organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus, fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan oleh pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien.
2.      Pemecahan Masalah
Tuntutan masyarakat pada era desentralisasi terhadap pelayanan publik yang berkualitas akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan di atas sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
a.       Penetapan Standar Pelayanan. Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan publik. Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat dan kemampuan penyelenggara pelayanan. Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan. Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Informasi lain yang juga dihasilkan adalah informasi mengenai kuantitas dan kompetensi-kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan serta distribusinya beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya.
b.      Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP). Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten diperlukan adanya Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan secara konsisten. Disamping itu SOP juga bermanfaat dalam hal:
·         Untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterupted. Jika terjadi hal-hal tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas menangani satu proses tertentu berhalangan hadir, maka petugas lain dapat menggantikannya.Oleh karena itu proses pelayanan dapat berjalan terus;
·         Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku;
·          Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran terhadap kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam pelayanan;
·         Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan perubahan-perubahan tertentu dalam prosedur pelayanan;
·         Memberikan informasi yang akurat dalam rangka pengendalian pelayanan;
·         Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan yang akan diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani satu proses pelayanan tertentu. Atau dengan kata lain, bahwa semua petugas yang terlibat dalam proses pelayanan memiliki uraian tugas dan tangungjawab yang jelas;
c.       Pengembangan Survey Kepuasan Pelanggan. Untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, survey kepuasan pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan publik;
d.      Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan. Pengaduan masyarakat merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara dapat efektif dan efisien mengolah berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan; Sedangkan dari sisi makro, peningkatan kualitas pelayanan publik dapat dilakukan melalui pengembangan model-model pelayanan publik. Dalam hal-hal tertentu, memang terdapat pelayanan publik yang pengelolaannya dapat dilakukan secara privateuntuk menghasilkan kualitas yang baik. Beberapa model yang sudah banyak diperkenalkan antara lain:contracting out, dalam hal ini pelayanan publik dilaksanakan oleh swasta melalui suatu proses lelang, pemerintah memegang peran sebagai pengatur; franchising, dalam hal ini pemerintah menunjuk pihak swasta untuk dapat menyediakan pelayanan publik tertentu yang diikuti dengan price regularity untuk mengatur harga maksimum. Dalam banyak hal pemerintah juga dapat melakukan privatisasi.
Disamping itu, peningkatan kualitas pelayanan publik juga perlu didukung adanya restrukturisasi birokrasi, yang akan memangkas berbagai kompleksitas pelayanan publik menjadi lebih sederhana. Birokrasi yang kompleks menjadi ladang bagi tumbuhnya KKN dalam penyelenggaraan pelayanan.
C. Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam Bidang Pengelolaan Sumber
     Daya Alam
Berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa hubungan dalam bidang  pemanfaatan sumber   daya   alam  dan sumber daya lainnya antara Pemerintah pusat dan pemerintahan daerah meliputi: 
a.       Kewenangan, tanggung jawab,  pemanfaatan,  pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian;
b.      Bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya; dan
c.       Penyerasian lingkungan dari tata ruang serta  rehabilitasi lahan. 
Dari yang telah disebutkan diatas, nampak jelas bahwa daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam, dalam hal kewenangan, tanggung jawab,  pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian melibatkan pula pemerintah pusat. Dan juga daerah mendapatkan Bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya bersama dengan pemerintah pusat karena kedua pemerintah ini ikut andil dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam.
Lebih lanjut lagi, ada kategori pemisahan antara hubungan pengelolaan sumber daya alam secara vertikal dan horizontal. Pemisahan itu antara lain :
1.      Antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah (Vertikal)
a.       kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian;
b.      bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya; dan
c.       penyerasian lingkungan dari tata ruang serta rehabilitasi lahan.
2.      Antar pemerintahan daerah (horisontal) meliputi :
a.       Pelaksanaan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang menjadi kewenangan daerah;
b.      Kerja sama dan bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam. dan sumber daya lainnya antar pemerintahan daerah; dan
c.       Pengelolaan perizinan bersama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya.
Daerah yang memiliki wilayah laut diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut. Daerah mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di bawah dasar dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut) meliputi:
a.       eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut;
b.      pengaturan administratif;
c.       pengaturan tata ruang;
d.      penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah;
e.       ikut serta dalam pemeliharaan keamanan; dan
f.       ikut serta dalam pertahanan kedaulatan negara.
Kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota. Apabila wilayah laut antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh empat) mil, kewenangan untuk mengelola sumber daya. Di wilayah laut dibagi sama jarak atau diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2 (dua) provinsi tersebut, dan untuk kabupaten/kota memperoleh 1/3 (sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi dimaksud.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa daerah otonom dengan hak otonominya dalam mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri tidaklah sepenuhnya mutlak dapat mandiri tanpa bantuan pemerintah pusat. Tanpa adanya pengawasan pemerintah pusat, bantuan keuangan bagi daerah dengan PAD rendah, daerah otonom itu sendiri tidak akan terarah dengan baik. Kalaupun memang daerah itu cukup mandiri, maka pemerintah pusat membantu sekedar untuk memfasilitasi ataupun pemerintah pusat tetap dapat melakukan Kontrol melalui pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan di daerah. Hubungan pemerintah pusat dan daerah telah terbentuk dan terikat oleh UU No. 32 Tahun 2004.
Pemerintah pusat pun turut membantu dalam hal keuangan bagi daerah yang pendapatan asli daerahnya rendah. Pemerintah pun turut mengawasi melalui pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan didaerah, dsb. Pemerintah turut berperan bersama pemerintah daerah dalam pemanfaatan SDA meliputi pula pelestarian terhadap SDA itu sendiri.
B. Saran
            Ada beberapa masukkan yang mungkin perlu kami sampaikan dalam kesempatan kali ini, Pertama,  kami mencoba mengkritisi mengenai sistem produksi peraturan perundang-undangan yang di pandang menggunakan waktu yang relatif sangat lama, ini menjadikan banyaknya produk peraturan yang menjadi tidak dapat memenuhi kebutuhan yang terjadi dalam masyarakat.
Kedua, pembahasan mengenai permasalahan yang menjadi fokus kajian diatas seharusnya memerlukan proses yang harus lebih matang lagi dalam upaya penyajian materi, sehingga hasil yang di ciptakanpun dapat lebih maksimal nantinya. Karena ketakutan kami, pembahasan yang menurut kami sangat urgen dalam hal kelembagaan negara ini, ketika tidak adanya tingkat kematangan pengetahuan yang mempuni mengenai pembahasan ini, menjadikan suatu waktu tembok besar yang menghalangi kami.
Ketiga, alangkah lebih menambah tingkat kesempurnaan kajian kali ini jika di tindak lanjuti paling tidak dengan mengadakan seminar sehingga hal-hal yang telah menjadi gagasan yang tertuang dalam tulisan ini dapat di eksplor tentunya ke ranah yang lebih luas lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar