HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DALAM LINGKUP KEUANGAN, PELAYANAN UMUM DAN SUMBER DAYA ALAM (SDA)
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Berdasarkan
amanat yang tertuang dalam pasal 18 ayat 2 UUD 1945, menerangkan bahwa “ Hubungan
keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara
adil dan selaras berdasarkan undang-undang”. Hal inilah yang tentunya melandasi penulisan makalah ini selain tugas
yang telah di berikan oleh Dosen pembimbing. Tentu hal yang telah di amanatkan
ini masih sangat membutuhkan penafsiran dari para perancang sekaligus pembuat
undang-undang.
Hal
ini terbukti dengan di keluarkannya peraturan-peraturan yang secara eksplisit
mengatur mengenai 3 (tiga) komponen khusus yang tertuang dalam pasal ini. Mulai
dari UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No.33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, PP No.96 tahun
2002 tentang Pelayanan Publik, dan UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yang saat ini telah memiliki Rancangan
Undang-Undang (RUU) baru untuk kembali di revisi.
Hal
yang selanjutnya sangat penting bagi seorang atau sekelompok civitas akademika
yakni kembali mengkaji mengenai peraturan-peraturan yang telah dan akan di buat
di atas. Ini tentunya sangat bermamfaat bagi kemajuan produk pembuatan
peraturan sehingga cita-cita yang telah tertuang dalam UUD 1945 dapat terwujud.
Namun
jika hal-hal yang bersifat terlalu umum ini akan di kaji secara keseluruhan,
penulispun menyadari akan keterbatasan kapasitas ilmu yang di miliki. Sehingga
dalam penulisan kali ini, penulis mengfokuskan kajiannya dalam lingkup yang
lebih sederhana lagi yakni hubungan integral antara pemerintah pusat dan
pemerintahan daerah mengenai 3 (tiga) aspek penting di atas yang tertuang dalam
Rumusan Masalah penulisan kali ini. Yang tentu nantinya akan lebih di bahas
dalam bab selanjutnya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
hubungan pemerintah pusat dan daerah di bidang keuangan ?
2.
Bagaimana
hubungan pemerintah pusat dan daerah di bidang pelayanan umum ?
3.
Bagaimana
hubungan pemerintah pusat dan daerah di bidang pemanfaatan sumber daya alam ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Agar dapat
memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai hubungan pemerintah pusat dan daerah di bidang keuangan.
2.
Agar dapat
memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai hubungan pemerintah pusat dan
daerah di bidang pelayanan umum.
3.
Agar dapat
memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai hubungan pemerintah pusat dan daerah di bidang pemanfaatan sumber daya
alam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam Bidang Keuangan
Di dalam kerangka otonomi, kemampuan suatu daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri tidak terlepas dari pandangan bahwa daerah
harus sanggup/mampu untuk membiayai daerahnya sendiri. Kemampuan untuk
membiayai/mendanai daerah sendiri merupakan tantangan yang harus dihadapi suatu
daerah dalam penyelenggaraan otonomi. Dalam hal ini mendanai daerah sendiri
untuk anggaran pembelanjaan daerah, menunjukkan bahwa daerah harus mempunyai
sumber-sumber pendapatan sendiri.
Sumber pendapatan daerah salah satunya dapat diperoleh dari pajak atau
retribusi. Tetapi, pajak atau retribusi saja dirasa tidak akan cukup mandiri
bagi suatu daerah. Sumber-sumber lain pun harus didapat dari suatu daerah
melalui pendapatan asli daerah (PAD) berupa perusahaan di daerah ataupun hasil
yang didapat dari pemanfaatan sumber daya alam yang dimiliki daerah. Dalam hal
suatu daerah dengan PAD rendah, tentunya akan sangat membutuhkan bantuan
pemerintah pusat. Hubungan ini memang tidak dapat dipisahkan, namun dengan
begitu tidak berarti daerah selalu ketergantungan dengan pemerintah pusat.
Sejauhmana bantuan akan mempengaruhi kemandirian daerah, tergantung pada pola
dan tujuan dari bantuan itu sendiri.
Dalam hubungan ini, bantuan keuangan dari pusat kepada daerah dapat
digolongkan dalam tiga ketegori utama yaitu:
1.
Bantuan bebas, maksudnya bantuan dari pusat hanya ditentukan jumlahnya, untuk selebihnya
daerah bebas dalam hal peruntukan dan tata cara penggunaannya. Dalam kategori
bantuan ini, sama sekali tidak mempengaruhi kemandirian daerah, namun
kelemahannya, tidak ada arahan dalam penggunaan dana bantuan, sehingga terbuka
lebar kemungkinan penyalahgunaan dana.
2.
Bantuan dengan pembatasan tertentu, maksudnya bantuan ditentukan peruntukannya secara umum oleh Pusat, untuk
kemudian peruntukan secara khusus dan tata cara pemanfaatannya diserahkan sepenuhnya
pada daerah. Dalam kategori bantuan ini, kebebasan suatu daerah sedikit
dibatasi, namun dengan begitu segi positifnya pun dapat diterima karena
peruntukan secara umum telah ditentukan oleh pusat sebagai arahan agar bantuan
dimanfaatkan untuk tujuan tertentu secara efektif dan efisien guna menjamin
kegiatan daerah berjalan seirama dengan kebijaksanaan umum pemerintah pusat.
3.
Bantuan terikat, maksudnya bantuan telah ditentukan secara rinci peruntukan dan tata cara
pemanfaatannya, sehingga dalam ketegori bantuan ini, tertutup kemungkinan
kebebasan bagi daerah.
Disamping bantuan pemerintah pusat terhadap daerah, hubungan keuangan pusat
dan daerah pun pada hakikatnya mencakup pembagian sumber pembiayaan antara
pemerintah pusat dengan daerah. Berdasarkan asas desentralisasi semua urusan
pemerintahan daerah dibiayai dari APBD, subsidi, bagi hasil dari pusat,
berdasarkan asas dekonsentrasi dibiayai dari APBN dan berdasarkan asas tugas
pembantuan dibiayai oleh pihak yang menugaskannya (APBN).
Pasal 15 ayat (1) UU. No. 32 Tahun 2004, menyebutkan bahwa Hubungan dalam bidang
keuangan antara Pemerintah dan pemerintahan daerah meliputi:
a.
Pemberian sumber-sumber keuangan untuk
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah;
b.
Pengalokasian dana perimbangan kepada
pemerintahan daerah; dan
c.
Pemberian pinjaman dan/atau hibah kepada
pemerintahan daerah.
Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal
apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian
sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada daerah, dengan mengacu kepada
Undang-Undang tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah, dimana besarnya disesuaikan dan
diselaraskan dengan pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Daerah. Daerah
diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan yang antara lain berupa:
“Kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan
pemerintah yang diserahkan; kewenangan memungut dan mendayagunakan pajak dan
retribusi daerah dan hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya
nasional yang berada di daerah dan dana perimbangan lainnya; hak untuk
mengelola kekayaan Daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang
sah serta sumber-sumber pembiayaan”.
B.
Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam Bidang Pelayanan Umum
Hubungan pemerintah pusat dan daerah di bidang pelayanan umum telah diatur
dalam UU No. 32 tahun 2004 pasal 16 ayat (1) yaitu meliputi:
a.
Kewenangan, tanggung jawab, dan
penentuan standar pelayanan minimal;
b.
Pengalokasian pendanaan pelayanan umum
yang menjadi kewenangan daerah
c.
Fasilitasi pelaksanaan kerja sama antar
pemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan umum.
Namun seperti yang kita ketahui bersama, bidang pelayanan umum menjadikan
sorotan yang cukup penting dalam kajian otonomi. Daerah otonom dengan wewenang
untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya, terkadang masih ditemukan
bahwa pelayanan umum dalam daerah tertentu tidak memenuhi standar minimal
pelayanan. Hal ini entah dikarenakan daerah yang tidak perduli ataukah tidak
mampu (keterbatasan kemampuan) dalam menyediakan pelayanan umum yang maksimal.
Bila diambil contoh yaitu dalam penyediaan pelayanan umum berupa rumah sakit,
dimana terdapat fasilitas rumah sakit yang berbeda-beda, ada rumah sakit dengan
fasilitas minim (dibawah standar), adapula yang lengkap.
Selain bidang kesehatan, pelayanan umum bidang transportasi juga perlu
diperhatikan seperti penyediaan halte, penyediaan akses jalan alternative agar
memudahkan seseorang menuju daerah itu. Seharusnya pemerintah pusat
memperhatikan hal-hal ini dan memfasilitasi serta turut mendanai
penyelenggaraan pelayanan umum di daerah-daerah yang memerlukan penyediaan
pelayanan umum agar lebih maksimal, efektif, dan menjamin kenyamanan masyarakat
yang menikmatinya.
Selain itu pula, ada beberapa hal yang tentu menarik untuk coba kita bahas
yakni mengenai permasalahan-permasalahan yang timbul dalam pelayanan publik,
serta apa upaya-upaya untuk mengatasinya. Hal-hal tersebut di antaranya :
1.
Permasalahan Pelayanan
Publik
Permasalahan utama
pelayanan publik pada dasarnya adalah berkaitan dengan peningkatan kualitas
pelayanan itu sendiri. Pelayanan yang berkualitas sangat tergantung pada
berbagai aspek, yaitu bagaimana pola penyelenggaraannya (tata laksana),
dukungan sumber daya manusia, dan kelembagaan.
Dilihat dari sisi
pola penyelenggaraannya, pelayanan publik masih memiliki berbagai kelemahan
antara lain:
a.
Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur
pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai
dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan,
aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan
sama sekali.
b.
Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan
kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.
c.
Kurang accessible. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari
jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan
pelayanan tersebut.
d.
Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan
lainnya sangat kurang berkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih
ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi
pelayanan lain yang terkait.
e.
Birokratis. Pelayanan (khususnya pelayanan perijinan) pada
umumnya dilakukan dengan melalui proses yang terdiri dari berbagai level,
sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan
dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan (front
line staff) untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil, dan dilain
pihak kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan,
dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan,
juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang
lama untuk diselesaikan.
f.
Kurang mau
mendengar keluhan/saran/aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki
kemauan untuk mendengar keluhan/saran/ aspirasi dari masyarakat. Akibatnya,
pelayanan dilaksanakan dengan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke
waktu
g.
Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan (khususnya
dalam pelayanan perijinan) seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang
diberikan.
Dilihat dari sisi
sumber daya manusianya, kelemahan utamanya adalah berkaitan dengan
profesionalisme, kompetensi, empathy dan etika. Berbagai pandangan juga setuju
bahwa salah satu dari unsur yang perlu dipertimbangkan adalah masalah sistem
kompensasi yang tepat.
Dilihat dari sisi
kelembagaan, kelemahan utama terletak pada disain organisasi yang tidak
dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat, penuh
dengan hirarki yang membuat pelayanan menjadi berbelit-belit (birokratis), dan
tidak terkoordinasi. Kecenderungan untuk melaksanakan dua fungsi sekaligus,
fungsi pengaturan dan fungsi penyelenggaraan, masih sangat kental dilakukan
oleh pemerintah, yang juga menyebabkan pelayanan publik menjadi tidak efisien.
2.
Pemecahan Masalah
Tuntutan
masyarakat pada era desentralisasi terhadap pelayanan publik yang berkualitas
akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat
ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan di atas sehingga
mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat sesuai dengan
kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat diajukan untuk
mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai berikut:
a.
Penetapan Standar
Pelayanan. Standar pelayanan memiliki
arti yang sangat penting dalam pelayanan publik. Standar pelayanan merupakan
suatu komitmen penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan suatu
kualitas tertentu yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat
dan kemampuan penyelenggara pelayanan. Penetapan standar pelayanan yang
dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi pelanggan,
identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis
proses dan prosedur, sarana dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan. Proses
ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar pelayanan yang harus
ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung
terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan. Informasi lain yang juga dihasilkan adalah
informasi mengenai kuantitas dan kompetensi-kompetensi sumber daya manusia yang
dibutuhkan serta distribusinya beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya.
b.
Pengembangan
Standard Operating Procedures (SOP). Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat
berjalan secara konsisten diperlukan adanya Standard Operating Procedures.
Dengan adanya SOP, maka proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit
pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat
berjalan secara konsisten. Disamping itu SOP juga bermanfaat dalam hal:
·
Untuk memastikan
bahwa proses dapat berjalan uninterupted. Jika terjadi hal-hal
tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas menangani satu proses tertentu
berhalangan hadir, maka petugas lain dapat menggantikannya.Oleh karena itu
proses pelayanan dapat berjalan terus;
·
Untuk memastikan
bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku;
·
Memberikan informasi yang akurat ketika
dilakukan penelusuran terhadap kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan
dalam pelayanan;
·
Memberikan
informasi yang akurat ketika akan dilakukan perubahan-perubahan tertentu dalam
prosedur pelayanan;
·
Memberikan
informasi yang akurat dalam rangka pengendalian pelayanan;
·
Memberikan
informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan yang akan diserahkan kepada
petugas tertentu yang akan menangani satu proses pelayanan tertentu. Atau
dengan kata lain, bahwa semua petugas yang terlibat dalam proses pelayanan
memiliki uraian tugas dan tangungjawab yang jelas;
c.
Pengembangan
Survey Kepuasan Pelanggan. Untuk menjaga
kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan suatu mekanisme penilaian kepuasan
masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan
publik. Dalam konsep manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan dapat dicapai
apabila produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi
kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, survey kepuasan pelanggan
memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan publik;
d.
Pengembangan
Sistem Pengelolaan Pengaduan. Pengaduan
masyarakat merupakan satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara
pelayanan untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Oleh karena itu perlu didisain suatu
sistem pengelolaan pengaduan yang secara dapat efektif dan efisien mengolah
berbagai pengaduan masyarakat menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas
pelayanan; Sedangkan dari sisi makro, peningkatan kualitas pelayanan publik
dapat dilakukan melalui pengembangan model-model pelayanan publik. Dalam
hal-hal tertentu, memang terdapat pelayanan publik yang pengelolaannya dapat
dilakukan secara privateuntuk menghasilkan kualitas
yang baik. Beberapa model yang sudah banyak diperkenalkan antara lain:contracting
out, dalam hal ini pelayanan publik dilaksanakan oleh swasta melalui suatu
proses lelang, pemerintah memegang peran sebagai pengatur; franchising, dalam hal ini pemerintah
menunjuk pihak swasta untuk dapat menyediakan pelayanan publik tertentu yang
diikuti dengan price regularity untuk mengatur harga maksimum. Dalam banyak hal pemerintah juga
dapat melakukan privatisasi.
Disamping itu, peningkatan
kualitas pelayanan publik juga perlu didukung adanya restrukturisasi birokrasi,
yang akan memangkas berbagai kompleksitas pelayanan publik menjadi lebih
sederhana. Birokrasi yang kompleks menjadi ladang bagi tumbuhnya KKN dalam
penyelenggaraan pelayanan.
C.
Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah Dalam Bidang Pengelolaan Sumber
Daya Alam
Berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 disebutkan
bahwa hubungan dalam bidang pemanfaatan
sumber daya alam dan sumber daya lainnya
antara Pemerintah pusat dan pemerintahan daerah meliputi:
a.
Kewenangan, tanggung
jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak,
budidaya, dan pelestarian;
b.
Bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya
alam dan sumber daya lainnya; dan
c.
Penyerasian lingkungan dari tata ruang
serta rehabilitasi lahan.
Dari yang telah disebutkan diatas, nampak jelas bahwa
daerah yang memiliki kekayaan sumber daya alam, dalam hal kewenangan, tanggung
jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya, dan
pelestarian melibatkan pula pemerintah pusat. Dan juga daerah
mendapatkan Bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya bersama dengan pemerintah pusat karena kedua pemerintah ini ikut andil
dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam.
Lebih lanjut lagi, ada kategori pemisahan antara
hubungan pengelolaan sumber daya alam secara vertikal dan horizontal. Pemisahan
itu antara lain :
1. Antara Pemerintah dan Pemerintahan
Daerah (Vertikal)
a.
kewenangan, tanggung jawab,
pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya, dan pelestarian;
b. bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya
lainnya; dan
c. penyerasian lingkungan dari tata ruang serta rehabilitasi lahan.
2.
Antar pemerintahan daerah (horisontal) meliputi :
a.
Pelaksanaan pemanfaatan
sumber daya alam dan sumber daya lainnya yang menjadi kewenangan daerah;
b.
Kerja sama dan bagi hasil
atas pemanfaatan sumber daya alam. dan sumber daya lainnya antar pemerintahan
daerah; dan
c.
Pengelolaan perizinan
bersama dalam pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya.
Daerah yang memiliki wilayah laut
diberikan kewenangan untuk mengelola sumber daya di wilayah laut. Daerah
mendapatkan bagi hasil atas pengelolaan sumber daya alam di bawah dasar
dan/atau di dasar laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan
daerah untuk mengelola sumber daya di wilayah laut) meliputi:
a.
eksplorasi, eksploitasi,
konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut;
b.
pengaturan administratif;
c.
pengaturan tata ruang;
d.
penegakan hukum terhadap
peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh
Pemerintah;
e.
ikut serta dalam
pemeliharaan keamanan; dan
f.
ikut serta dalam pertahanan
kedaulatan negara.
Kewenangan untuk mengelola sumber daya
di wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke
arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3
(sepertiga) dari wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota. Apabila
wilayah laut antara 2 (dua) provinsi kurang dari 24 (dua puluh empat) mil,
kewenangan untuk mengelola sumber daya. Di wilayah laut dibagi sama jarak atau
diukur sesuai prinsip garis tengah dari wilayah antar 2 (dua) provinsi
tersebut, dan untuk kabupaten/kota memperoleh 1/3 (sepertiga) dari wilayah
kewenangan provinsi dimaksud.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa daerah otonom dengan hak
otonominya dalam mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya sendiri tidaklah
sepenuhnya mutlak dapat mandiri tanpa bantuan pemerintah pusat. Tanpa adanya
pengawasan pemerintah pusat, bantuan keuangan bagi daerah dengan PAD rendah,
daerah otonom itu sendiri tidak akan terarah dengan baik. Kalaupun memang
daerah itu cukup mandiri, maka pemerintah pusat membantu sekedar untuk
memfasilitasi ataupun pemerintah pusat tetap dapat melakukan Kontrol melalui
pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan di daerah. Hubungan pemerintah pusat
dan daerah telah terbentuk dan terikat oleh UU No. 32 Tahun 2004.
Pemerintah pusat pun turut membantu dalam hal keuangan bagi daerah yang
pendapatan asli daerahnya rendah. Pemerintah pun turut mengawasi melalui
pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan didaerah, dsb. Pemerintah turut
berperan bersama pemerintah daerah dalam pemanfaatan SDA meliputi pula
pelestarian terhadap SDA itu sendiri.
B. Saran
Ada beberapa masukkan yang mungkin
perlu kami sampaikan dalam kesempatan kali ini, Pertama, kami mencoba
mengkritisi mengenai sistem produksi peraturan perundang-undangan yang di
pandang menggunakan waktu yang relatif sangat lama, ini menjadikan banyaknya
produk peraturan yang menjadi tidak dapat memenuhi kebutuhan yang terjadi dalam
masyarakat.
Kedua,
pembahasan mengenai permasalahan yang menjadi fokus
kajian diatas seharusnya memerlukan proses yang harus lebih matang lagi dalam
upaya penyajian materi, sehingga hasil yang di ciptakanpun dapat lebih maksimal
nantinya. Karena ketakutan kami, pembahasan yang menurut kami sangat urgen
dalam hal kelembagaan negara ini, ketika tidak adanya tingkat kematangan
pengetahuan yang mempuni mengenai pembahasan ini, menjadikan suatu waktu tembok
besar yang menghalangi kami.
Ketiga, alangkah lebih menambah tingkat kesempurnaan kajian
kali ini jika di tindak lanjuti paling tidak dengan mengadakan seminar sehingga
hal-hal yang telah menjadi gagasan yang tertuang dalam tulisan ini dapat di
eksplor tentunya ke ranah yang lebih luas lagi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar